Bab X; Bag Kedua. Pengupahan



Pasal 88

(1)               Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(2)               Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.
(3)               Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi :
a.    upah minimum;
b.    upah kerja lembur;
c.    upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d.    upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e.    upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f.        bentuk dan acara pembayaran upah;
g.    denda dan potongan upah;
h.    hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j.upah untuk membayaran pesangon; dan
k.    upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
(4)               Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Pasal 89

(1)      Upah minimum sebagai dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri dari atas :
a.       upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
b.      upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
(2)               Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
(3)               Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
(4)               Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 90

(1)               Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
(2)               Bagai pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.
(3)               Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 91

(1)                  Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan perataran perundang-undangan yang berlaku.
(2)                  Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 92

(1)                  Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi.
(2)                  Pengusaha melakukan meninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
(3)                  Ketentuan mengenai struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 93

(1)      Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.
(2)      Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila :
a.              pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
b.              pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
c.               pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan dan keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggora keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
d.              pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajban terhadap agamanya;
e.              pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
f.               pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak memperkerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
g.              pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
h.              pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
i.                pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
(3)                           Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sebagai berikut :
a.       untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;
b.      untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah;
c.       untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan
d.      untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lim perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.
(4)                           Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut :
a.       pekerja/buruh menikah, dibayarkan untuk selama 3 (tiga) hari;
b.      menikahkan anaknya, dibayarkan untuk selama 2 (dua) hari;
c.       mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
d.      membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
e.       istri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
f.        suami/istri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayarkan untuk selama 2 (dua); dan
g.       anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.
(5)            Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 94

Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.

Pasal 95

(1)      Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesenjangan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda.
(2)      Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan penbayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.
(3)      Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dalam pembayaran upah.
(4)      Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

Pasal 96

Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2(dua) tahun sejak timbulnya hak.

Pasal 97

Ketentuan mengenai penghasilan yang layak, kebijakan pengupahan, kebutuhan hidup layak, dan perlindungan pengupahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, dan pengenaan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 98

(1)                  Untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
(2)                  Keanggotaan Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, perguruan tinggi dan pakar.
(3)                  Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan keanggotaan Dewan Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota.
(4)                  Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, komposisi keanggotaan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan, serta tugas dan tata kerja Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Presiden.